Kapan terakhir anda mudik? Atau sampai sekarang 1440H/2019M masih melangsungkan tradisi tahunan permudikan?
Mudik begitu indah.
Tapi bersyarat, yaitu punya kampung halaman. Lahir di situ menikmati masa anak remaja, mengenyam pendidikan hingga SLTA, setelah itu kuliah dan bekerja di Ibukota. Dapat jodoh tidak dari kota yang sama. Barulah bisa mudik.
Bagi aku, mudik hanya nebeng istri saja. Silaturahmi tahunan wajib sungkem kepada mertua. Menjalin kekeluargaan kepada kerabat dan tetangga istri.
Karena itulah, bisa menikmati perjalanan panjang lima jaman sampai tujuan. Bantul - Purbalingga. Memang nyaman menggunakan bus EFISIENSI. bisa tiduran, turun rest area sampai tujuan tidak begitu capek.
Mengapa motoran? yah karena belum punya mobil!
Menikmati aspal dari Bantul melalui jalur lintas selatan selatan (JLSS). Relatif sepi sehingga mobil motor luar kota melaju begitu kencang. Apalagi melewati area Purworejo Kebumen. Belasan kali melalui jalur ini, jalan belum sepenuhnya mulus. aspal belum jadi, dan sebagian rusak.
Melewati Karanganyar Kebumen hingga Pasar Gombong pun biasanya macet lumayan parah. Baru setelah belok kanan memasuki waduk Sempor, jalan kembali agak sepi tidak seperti jalan utama.
Dari Waduk Sempor hingga ke Susukan Banjar Negara ini medan sangat foto genik. Jalan pinggir sungai berkelok memanjang. Bebatuan besar, Pohon cemara menghijau serta kontur persawahan teras siring. Ingin berhenti disini.
Jalan sepanjang sempor halus, beberapa kali kelokan dengan turunan dan tanjakan. Lumayan curam. Setelah sampai ke puncak, perlahan jalanan menurun hingga sampai ke sebuah sungai dan lapangan bola kampung. Dari sinilah, pertanda sudah berada di Kab Banjarnegara.
Setelah melewati jembatan sungai Serayu, tinggal perjalanan lurus sampai ke kota Purbalingga.
Menelusuri jalan pinggiran kota hingga sampai ke Alun alun Purbalingga. menunjukkan perjalanan setengah hari sudah selesai.
Mudik selalu membawa kesan birrul walidain. Silaturahmi kekeluargaan. Semua ikut merasakan, baik yang muslim maupun non muslim, yang beribadah sungguh sungguh atau tidak. Semua larut dalam suasana penuh kekerabatan.
Mudik berangsur angsur tinggal kenangan setelah ibu bapak mertua telah tiada. Rumah induk keluarga juga sudah berpindah kepemilikan. Trus mau mudik kemana lagi ya enaknya?
Syawal 1440 H.
Apapun harus mudik. (pict Google) |
Tapi bersyarat, yaitu punya kampung halaman. Lahir di situ menikmati masa anak remaja, mengenyam pendidikan hingga SLTA, setelah itu kuliah dan bekerja di Ibukota. Dapat jodoh tidak dari kota yang sama. Barulah bisa mudik.
Bagi aku, mudik hanya nebeng istri saja. Silaturahmi tahunan wajib sungkem kepada mertua. Menjalin kekeluargaan kepada kerabat dan tetangga istri.
Karena itulah, bisa menikmati perjalanan panjang lima jaman sampai tujuan. Bantul - Purbalingga. Memang nyaman menggunakan bus EFISIENSI. bisa tiduran, turun rest area sampai tujuan tidak begitu capek.
Mengapa motoran? yah karena belum punya mobil!
pict from google. |
Melewati Karanganyar Kebumen hingga Pasar Gombong pun biasanya macet lumayan parah. Baru setelah belok kanan memasuki waduk Sempor, jalan kembali agak sepi tidak seperti jalan utama.
Dari Waduk Sempor hingga ke Susukan Banjar Negara ini medan sangat foto genik. Jalan pinggir sungai berkelok memanjang. Bebatuan besar, Pohon cemara menghijau serta kontur persawahan teras siring. Ingin berhenti disini.
waduk Sempor dari sisi barat. |
Setelah melewati jembatan sungai Serayu, tinggal perjalanan lurus sampai ke kota Purbalingga.
Masjid Darusalam Purbalingga. |
Mudik selalu membawa kesan birrul walidain. Silaturahmi kekeluargaan. Semua ikut merasakan, baik yang muslim maupun non muslim, yang beribadah sungguh sungguh atau tidak. Semua larut dalam suasana penuh kekerabatan.
Mudik berangsur angsur tinggal kenangan setelah ibu bapak mertua telah tiada. Rumah induk keluarga juga sudah berpindah kepemilikan. Trus mau mudik kemana lagi ya enaknya?
Syawal 1440 H.